Rabu, 04 Februari 2015

Kutunggu Kau Di Taman Surga - part 3 (selesai)

Sebenarnya keluarga Akhi Ahmad yang cukup terpandang mampu mengadakan pesta mewah besar-besaran untuk ukuan desa kami. Tapi atas permintaan Akhi Ahmad, dan atas persetujuanku. Pernikahan hanya akan dilangsungkan secara sederhana. Meski undangan cukup banyak, tapi pestanya tidak terlalu bermewah-mewah. Namun tetap pantas dan memuaskan para tamu undangan.

Dalam acara walimah, yang memisahkan tamu putera dan puteri, Ustadz Jaffar berkenan memberikan khutbah nikah yang inti nasihatnya tentang niat menikah karena Allah dan indahnya biduk rumah tangga di jalan Allah. Beliau juga menegaskan bahwa pernikahan karena Allah tak terpisahkan oleh maut. Karena akan berlanjut hingga kehidupan kekal di jannahNYA nanti.





Aku sendiri merasa sedang berada di alam mimpi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Menikah dengan seorang lelaki shalih, cerdas, tampan dari kelarga terpandang yang demikian luhur budi pekertinya sehingga mengijinkan putera lelaki pertama dan terbaiknya menikahiku,  wanita yang berasal dari keluarga sederhana. Sedang usia kami berdua terpaut lebih dari sepuluh tahun. Sungguh sebuah keikhlasan luar biasa dari pihak keluarga Akhi Ahmad, yang mau menerimaku apa adanya, Padahal di luar sana banyak wanita dan Akhwat yang lebih cantik, lebih terpandang dan lebih belia dariku.
gambar dari rifkipsycofun3d.blogspot.com

Malam pertama setelah shalat wajib dan shalat sunnah berjamaah untuk pertama kalinya, kami berdua berbincang-bincang saling memperkenalkan diri. Aku hanya menitikkan air mata haru di pelukan Akhi Ahmad yang telah resmi menjadi suamiku. Sejak malam itu dia memintaku memanggilnya Abang.

Bang Ahmad sendiri tak mampu menjelaskan kenapa dia memilihku. Sedang diluar sana banyak akhwat lain yang pastinya dengan sukacita akan menerima lamarannya bila dia meminta. Dia hanya bilang bahwa hatinya mantap memilihku. Dan hasil shalat istikharahnya beberapa kali setelah taaruf pertama kami di Masjid Baabus Salam, semakin memantapkan pilihannya padaku.

"Ini sudah kehendak Allah Adik.. DIA lah yang memilihkan jodoh kita " bisiknya lirih mengecup keningku.Bahkan dihadapan suamiku, aku bagaikan gadis belasan tahun yang tak mampu membantahnya. Meski muda usia, Bang Ahmad berpemikiran dan bersikap dewasa. Hasil gemblengan ayahnya yang seorang ulama sekaligus pengusaha yang disegani, serta bimbingan para Asatid seperti Ustadz Jaffar tentunya.
Aku hanya meneteskan airmata haru dan menyembunyikan wajahku di pelukan suamiku yang shalih. Takbir dan tahmid terus terucap dari bibirku, tak kuasa membendung keharuan yang menyeruak dalam ruang hatiku.
gambar dari dakwatuna.com

Suatu pagi seusai pulang dari shalat berjemaah di masjid, Bang Ahmad menarikku dalam pelukannya dan berbisik lirih "Adik.. bila Abang pergi jauh tinggalkan Adik, apa Adik rela?"

"Mengapa Abang berkata seperti itu? memangnya Abang mau ke mana?" aku terkejut. Refleks aku menarik wajahku dari pelukannya dan menatap  bingung pada wajah tampannya.

"Sebuah tugas memanggil Abang , Dik.." bisiknya lirih , mengelus kepalaku, mencoba menenangkanku.

"Tugas ke mana, Bang?" suamiku sudah bercerita padaku bahwa dia adalah relawan yang tergabung dalam salah satu organisasi kemanusiaan Indonesia yang bersifat Global yang aktif bergerak memberikan bantuan pada korban bencana alam dan peperangan di belahan manapun dunia yang membutuhkan pertolongan dan bisa dijangkau oleh mereka.

"Syiria.." bisiknya lirih mengecup keningku. Entah mengapa tangisku pecah. Aku tak tahu perasaan apa yang ada dalam dadaku. Aku menangis karena sangat bangga dengan tugas mulia yang diemban suamiku. Bukannya aku tak tahu suasana di negeri para Nabi dan Ulama yang sedang mengalami penderitaan akibat kedzaliman penguasa di bawah rezim Bashar Assad yang semena-mena dan memaksa rakyatnya mempertuhankannya itu. Persis seperti jaman Firaun. Namun dunia yang tak tahu kejadian sebenarnya, menuding pada mujahidin pejuang agama Allah sebagai para teroris. Media massa berperan penting menggiring opini publik sehingga mereka yang benar dijadikan tersangka, dan yang salah dipuja-puja.

Aku menangis membayangkan penderitaan saudaraku yang kelaparan, kedinginan dan ketakutan hidup di bawah bayang-bayang penguasa kejam dan tudingan dunia yang terus menyudutkan. Beruntunglah ada organisasi non pemerintah yang bergerak mandiri dan penuh keberanian untuk mengulurkan bantuan bagi rakyat yang menderita. Ya selain rakyat Palestina, rakyat Syiria adalah  yang paling menderita saat ini. Dunia sudah mulai membuka mata dan membela rakyat Palestina dari kekejaman Yahudi Israel, tapi tidak bagi rakyat Syiria. Derita mereka menghadapi kekejaman rajanya, kedinginan dan kelaparan di musim dingin, masih ditambah dengan boikot dan tudingan media massa yang menjadikan antipati pada perjuangan rakyat Syiria.

"Ijinkan aku, Adik.. aku akan berangkat besok. membawa bantuan untuk rakyat Syiria, mereka membutuhkan uluran tangan kita" bisik suamiku ditelingaku.

"Abang.. siapakah diriku yang berhak melarangmu? sedangkan Allah sudah jelas memerintahkan para lelaki berjihad di jalanNYA. bahkan bila perintah berjihad untuk bukan sekadar mengirim bantuan makanan dan obat-obatan untuk mereka, bahkan bila perintah jihad itu berupa perintah untuk mengangkat senjata sekalipun, aku tak berhak melarangmu.." sedu ku pelan memeluknya erat.

Suamiku membalas pelukanku erat. Kami larut dalam tangis keharuan, tangis sedih akan nasib saudara-saudara kami di Syiria, sekaligus tangis haru tak tertahankan karena rasa takut akan perpisahan.

Setelah berpamitan pada kedua orang tua kami dan seluruh keluarga serta tetangga, suamiku bertolak menuju Jakarta untuk berkumpul dengan teman-temannya untuk kemudian berangkat menuju Syiria. Mereka membawa amanah bantuan dari masyarakat Indonesia yang ingin meringankan beban  saudara-saudaranya di bumi para nabi yang sedang bersimbah darah.

Doa dan dzikir terus kupanjatkan setiap malam dalam tangisan panjangku di atas sajadah pemberian suamiku sebagai mahar pernikahan kami. Kuhabiskan hari-hariku menderas Al Quran untuk menenangkan hatiku sekaligus agar aku merasa dekat dengan Allah, tempat aku meminta perlindungan dan keselamatan bagi suamiku.

Sesungguhnya semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah.

Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar dengan surga ampunan dari Allah

Dan Mintalah pertolongan dari Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya yang demikian itu terasa berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu..

Yaitu  orang-orang  yang meyakini akan pertemuan dengan Allah dan mereka yang meyakini bahwa kepada Allah mereka akan kembali.
gambar dari hembusananginlembut.wordpress.com

Selang satu minggu setelah kepergian suamiku,aku menerima kabar bahwa suamiku tertembak pasukan Bashar Assad yang menghalangi organisasi-organisasi kemanusian datang membawa bantuan bagi rakyat Syiria. Fitnah keji dan kejam senantiasa dituduhkan pada para pembawa bantuan sebagai bagian dari para teroris yang sebenarnya adalah mujahiddin pejuang kebebasan rakyat Syiria.

Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, lewat teman satu timnya, suamiku menitipkan pesan agar aku bersabar menerima apapun ketetapan Allah, dan suamiku berkata ia kan menunggu aku untuk kembali bertemu dan bersatu dengannya  di taman-taman surgaNYA.

Rasanya tak cukup airmataku menggambarkan kesedihan dan rasa kehilanganku atas kepergian suamiku. Dengan berbagai pertimbangan jasad suamiku tak bisa dibawa kembali ke tanah air dan terpaksa dimakamkan di bumi para Nabi di antara  makam para  mujahidin Syiria.

Dia telah pergi, suamiku tercinta. Dia pergi dengan cara terbaik dan beristirahat di tempat terbaik. Allah telah memilihkan segala yang terbaik untuknya. Apakah lagi yang bisa kulakukan selain mengucap syukur yang terdalam, bahwa suamiku telah memperoleh anugerah terbaik bagi seorang muslim, gugur sebagai syuhada.

Kepergiannya  meninggalkan ruang kosong yang teramat dalam di hatiku. Ruang kosong yang sulit tergantikan oleh siapapun yang mencoba mengisinya. Meskipun itu adalah uluran tangan kasih sayang dari Ustadz Jaffar dan isterinya yang mulia, Yang ingin merengkuhku dalam satu biduk keluarga sakinah bersama. Masih teramat sulit bagiku untuk berkata iya, pada tawaran ikhlas saudara seimanku untuk menawarkan dukaku. Karena aku  senantiasa teringat pesan suamiku yang menungguku untuk bertemu dan bersatu kembali dengannya di taman-taman surgaNYA.

gambar dari dakwahmedia.com

SELESAI


7 komentar:

  1. taman surga, cerita realistik banget ya Mak

    BalasHapus
    Balasan
    1. hmmm sebenarnya cuma fiksi.Mak, apa terdengar realistik ya

      Hapus
  2. mak titiiii.. kereenn bikin ceritanyaa.. seperti nyata mengikutinya.. :D salam kenal yaa.. ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masa sih Mak Primastuti Satrianto? :D Makasih Udah berkunjung, salam kenal juga

      Hapus
    2. Masa sih Mak Primastuti Satrianto? :D Makasih Udah berkunjung, salam kenal juga

      Hapus
    3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    4. Masa sih Mak Primastuti Satrianto, Makasih Udah berkunjung, salam kenal juga :-)

      Hapus